Amicus curiae berfungsi sebagai sumber hukum materiil yang memfasilitasi hakim dalam menggali nilai-nilai keadilan yang ada di masyarakat. Meskipun berada di luar sistem peradilan, tradisi peradilan ini telah diterapkan pada abad ke-9, khususnya di pengadilan banding atau kasus-kasus penting. Selanjutnya, pada abad ke-17 dan ke-18, partisipasi yang luas dalam amicus curiae didokumentasikan dalam All England Report.[1]

Amicus Curiae sering dipraktekkan dalam tingkatan kasasi karena ranah ini merupakan ranah judex juris bukan judex factie. Dalam tradisi judex juris hakim diharapkan tidak hanya mempertimbangkan pasal-pasal saja, tetapi hakim harus mampu menafsirkan pasal-pasal tersebut dengan kontek sosial, budaya, ekonomi dan politik dalam perkara yang ia tangani. Ini semua dilakukan sebagai upaya untuk menciptakan keadilan yang subtantif, ketika keadilan subtantif diterapkan maka fungsi pengadilan telah berjalan dengan sempurna, karena tidak ada permasalahan yang muncul akibat putusan yang hakim keluarkan. Begitulah esensi peradilan, diciptakan untuk menyelesaikan permasalahan, bukan malah membuat permasalahan baru. Di Indonesia beberapa kasus yang menggunakan Amici Curiae adalah Kasus Prita Mulyasari, Kasus Baiq Nuril.

Penggalian nilai-nilai hukum yang berkembang dalam masyarakat merupakan kewajiban para hakim sebagai bahan untuk draf putusan, hal itu juga amanat dari Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang berbunyi “Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat”.

Kami, meruapakan akademisi yang tergabung dalam Kaukus Indonesia Kebebaasan Akademik (KIKA), Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) adalah koalisi nasional peneliti dan mahasiswa yang peduli terhadap hak asasi manusia dan kebebasan dasar, khususnya yang berkaitan dengan kebebasan akademik. KIKA diinisiasi pada 6 Desember 2017 dan menjadi organisasi terkonsolidasi pada tahun 2018. Organisasi ini bertemu setiap tahun untuk membahas perkembangan kebebasan akademik di Indonesia.

Saat ini KIKA memiliki sembilan satgas khusus yang masing-masing menangani (1) anti kekerasan seksual di kampus; (2) integritas dan budaya akademik; (3) kebebasan berekspresi; (4) pergerakan mahasiswa dan jurnalisme mahasiswa; (5) orientasi kebijakan pendidikan tinggi; (6) gerakan anti korupsi dan anti oligarki; (7) isu agraria dan lingkungan; (8) serikat dosen; dan (9) gerakan masyarakat sipil dan bantuan hukum. KIKA memiliki lima cabang otonom di tingkat daerah, seperti: Papua, Bali, Aceh, Kalimantan Selatan, dan Lampung.

KIKA terdiri dari 90 (sembilan puluh akademisi dan praktisi perguruan tinggi di Indonesia) yang selain memiliki Kepengurusan pusat juga tersebar perwakilannya di NAD, Papua, Bali, dan Kaltim. Lembaga kami, berdiri sejak tahun 2017, dalam upaya mempromosikan prinsip Surabaya Principle of Academic Freedom yang diantaranya memiliki misi unjuk mengawal civitas akademika dalam kebebasan penuh dalam mengembangkan pengabdian masyarakat dan upaya-upaya penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Salah satunya, mengingatkan bahwa otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai dan melindungi serta memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.

1. Para Sahabat. Amici Curiae

Secara Kelembagaan

  • Kaukus Indonesia untuk kebebasan Akademik (KIKA)

Secara Individu

  • Herdiansyah Hamzah, SH.,LLM, Universitas Mulawarman
  • Abdil Mughis Mudhoffir, Universitas Negeri Jakarta
  • Kanti Pertiwi, Uniiversitas Indonesia
  • Rer. Rina Mardiana, IPB University
  • Satria Unggul Wicaksana Prakasa,SH.,MH, Universitas Muhammadiyah Surabaya
  • Syukron Salam, SH.,MH, Universitas egeri Semarang
  • Achmad,SH.,MH, Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta
  • Dhia Al-U’yun,SH.,MH. Universitas Brawijaya
  • Tsamroatus Ayu, Kaukus Indonesia Kebebasan Akademik

2. Ringkasan Fakta Atas Kasus Hukum Haris-Fatia

  • Bahwa koalisi yang terdiri dari YLBHI, WALHI Eksekutif Nasional, Pusaka Bentala Rakyat, WALHI Papua, LBH Papua, KontraS, JATAM, Greenpeace Indonesia, Trend Asia, bersama #bersihkan Indonesia merilis sebuah laporan Ekonomi-Politik Penempatan Militer di Papua;
  • Bahwa dalam laporan tersebut, pada intinya menemukan bahwa dalam 3 tahun terakhir pengerahan kekuatan militer Indonesia secara ilegal di kawasan pegunungan tengah Provinsi Papua telah memicu eskalasi konflik bersenjata antara TNI-POLRI dan TPNPB, serta kekerasan dan teror terhadap masyarakat sipil terutama di Kabupaten Intan Jaya. Analisis spasial mengungkapkan bagaimana letak pos militer dan kepolisian berada di sekitar konsesi tambang yang teridentifikasi terhubung baik secara langsung maupun tidak langsung dengan para jenderal;
  • Bahwa laporan ini juga memperlihatkan indikasi relasi antara konsesi perusahaan dengan penempatan dan penerjunan militer di Papua dengan mengambil satu kasus di Kabupaten Intan Jaya. Adapun terdapat empat perusahaan di Intan Jaya yang teridentifikasi dalam laporan ini yakni PT Freeport Indonesia (IU Pertambangan), PT Madinah Qurrata’Ain (IU Pertambangan), PT Nusapati Satria (IU Penambangan), dan PT Kotabara Miratama (IU Pertambangan).
  • Bahwa Dua perusahaan yang tidak berkaitan tersebut ialah PT Nusapati Satria (NS) dan PT Kotabara Mitratama (KM).
  • Bahwa pemilik perusahaan tambang KM merupakan bekas Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Departemen Pertambangan dan Energi (sekarang Kementerian Energi Sumber Daya Mineral) medio tahun 1983-1992 yakni Sahat Parulian Pasaribu. Sahat juga tercatat menjadi Direktur Utama PT Bona Mitra Property dan komisaris di PT Indexim Coalindo;
  • Bahwa Sementara untuk NS tidak banyak data yang dapat ditemukan;
  • Bahwa dua dari empat perusahaan itu yakni PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Madinah Qurrata’Ain (PTMQ) adalah konsesi tambang emas yang teridentifikasi terhubung dengan militer/polisi;
  • Bahwa terkait PT Madinah Qurrata ‘Ain diketahui terdapat paling tidak tiga nama aparat yang bersinggungan dengan perusahaan tersebut yakni Purnawirawan Polisi Rudiard Tampubolon (RT), Purnawirawan TNI Paulus Prananto, dan Purnawirawan TNI yang kini menjadi Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Panjaitan (LBP);
  • Bahwa Purnawirawan Polisi Rudiard Tampubolon merupakan komisaris perusahaan Selain duduk sebagai komisaris, perusahaan yang dipimpin RT yakni PT Intan Angkasa Aviation juga mendapat 20% kepemilikan saham di PT Madinah Qurrata ‘Ain;
  • Bahwa Dalam Darewo River Gold Project, West Wits Mining (pemegang saham MQ) juga membagi sejumlah 30% saham kepada PT Tobacom Del Mandiri (TDM). Presiden direktur TDM ialah Purnawirawan TNI Paulus Prananto;
  • Bahwa TDM merupakan bagian dari PT Toba Sejahtera Group. Pemilik saham minoritas
  • Toba Sejahtera adalah Purnawirawan TNI Luhut Binsar Panjaitan;
  • Bahwa dua purnawirawan TNI yang terkait dengan perusahaan MQ, Paulus Prananto dan Luhut Binsar Panjaitan, merupakan anggota tim relawan (Bravo Lima) pemenangan Presiden Joko Widodo pada 2014 dan 2019;
  • Bahwa pada kasus rencana tambang emas di Blok Wabu ,terdapat lima aparat militer (TNI/POLRI). Kelima nama tersebut berasal dari tiga nama entitas perusahaan yang berbeda, tetapi masih satu naungan di bawah holding perusahaan tambang Indonesia yaitu MIND ID;
  • Bahwa dalam entitas PTFI sebagai perusahaan pemilik konsesi sebelumnya di Blok Wabu, ada nama Purnawirawan TNI Hinsa Siburian (HS) sebagai komisaris PTFI;
  • Bahwa pada 2015-2017, HS pernah menjabat sebagai Pangdam XVII/Cenderawasih Papua. HS juga tercatat tergabung dalam tim relawan (Cakra 19) pemenangan Presiden Jokowi pada 2019;
  • Bahwa perusahaan yang ditunjuk untuk menggarap lahan konsesi PTFI (Blok Wabu) yang dikembalikan ke Pemerintah Indonesia adalah PT ANTAM;
  • Bahwa ada dua nama aparat militer di ANTAM yakni Purnawirawan TNI Agus Surya Bakti dan Komisaris Jenderal Polisi Bambang Sunarwibowo;
  • Bahwa di ANTAM, Agus Surya Bakti menjabat sebagai Komisaris Utama, sementara Bambang Sunarwibowo merupakan Komisaris. Di samping itu, Bambang Sunarwibowo juga tercatat masih aktif menjabat sebagai Sekretaris Utama Badan Intelijen Nasional;
  • Bahwa Sementara di tubuh MIND ID ada nama Purnawirawan TNI Doni Monardo sebagai Komisaris Utama dan Purnawirawan Muhammad Munir sebagai Komisaris Sampai saat ini, Muhammad Munir juga tercatat berkiprah sebagai Ketua Dewan Analisa Strategis Badan Intelijen Negara;
  • Bahwa pada 20 Agustus 2021 Haris Azhar lewat Channel Youtubenya, yakni dalam program NgeHAMtam merilis sebuah video berjudul “ADA LORD LUHUT DIBALIK RELASI EKONOMI-OPS MILITER INTAN JAYA‼JENDERAL BIN JUGA ADA‼▶NgeHAMtam” Video tersebut berdurasi selama 26:51;
  • Bahwa dalam video tersebut, Haris Azhar mengundang dua narasumber yakni Owi selaku Kepala Advokasi Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua dan Fatia Maulidiyanti selaku Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS);
  • Bahwa Dalam keterangannya dalam video tersebut mulai pada menit 13 detik 31, Fatia Maulidiyanti menyebutkan keterlibatan beberapa perusahaan seperti PT Freeport Indonesia, PT Tobacom Dela Mandiri (PT TDM), PT MQ. Selain itu, Fatia juga menyebutkan keterlibatan sejumlah Jenderal Purnawirawan TNI seperti Paulus Prananto, Hinsa Siburian dan pejabat yang sekarang menjadi Menko Marves, Luhut Binsar Panjaitan;
  • Bahwa setelah penayangan video tersebut, pada 26 Agustus 2021, Luhut Binsar Panjaitan lewat kuasa hukumnya, Juniver Girsang & Partners mengirimkan somasi kepada Fatia selaku Koordinator KontraS lewat surat No 6917/JGP/VII/2021;
  • Bahwa diketahui dalam surat kuasa khusus tertanggal 25 Agustus 2021, Luhut memberikan kuasa kepada Juniver Girsang & Partners untuk mendampingi, mewakili dan membela kepentingan hukum LBP untuk membuat dan menyampaikan somasi kepada Fatia yang diduga mengandung unsur tindak pidana pencemaran nama baik/penghinaan dan menyiarkan berita palsu/bohong sebagaimana diatur dalam Pasal 310 KUHP. 311 KUHP, Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 ayat (3) UU ITE dan Pasal 317 KUHP Jo Pasal 14 Peraturan Hukum Pidana;
  • Bahwa somasi tersebut didasarkan pada pernyataan Fatia dalam Video Youtube di Channel Youtube Haris Azhar yang menyebutkan keterlibatan Luhut Binsar Panjaitan dalam pertambangan yang terjadi di Papua;

Jadi luhut bisa dibilang bermain di dalam pertambangan-pertambangan yang terjadi di Papua hari ini

  • Bahwa atas pernyataan tersebut Fatia dianggap telah membentuk opini yang tendesius, fitnah, pencemaran nama baik, character assasination, dan menyampaikan berita bohong sehingga merugikan Luhut Binsar Panjaitan;
  • Bahwa adapun isi somasi juga mendesak Fatia dalam jangka waktu 5 X 24 Jam untuk menjelaskan motif, maksud dan tujuan pernyataan kepada Luhut. Selain itu, Fatia juga diminta untuk minta maaf dan menyesali perbuatan lewat channel youtube Haris Azhar, media massa, media online, dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya kembali;
Amicus Curiae Haris-Fatia Full

Leave a Comment